Pengakuan Marudut Ambarita Terkait Konflik di Sihaporas: Anak Tidak Dipukul, Disuruh Membuat Laporan Palsu. -->
AYO IKUTI PROTOKOL KESEHATAN - CEGAH PENYEBARAN COVID-19 DIMULAI DARI DIRI KITA SENDIRI

Iklan

Pengakuan Marudut Ambarita Terkait Konflik di Sihaporas: Anak Tidak Dipukul, Disuruh Membuat Laporan Palsu.

Rabu, 23 Juni 2021

(Imgae/Gambar) : Marudut Ambarita saat memberikan pengakuan kepada media terkait konflik PT TPL dengan warga Sihaporas yang terjadi 2 tahun lalu.

Simalungun - Sumutpos.id :
Marudut Ambarita memberikan pengakuan terkait konfilk yang terjadi 2 tahun yang lalu antara warga Sihaporas dengan Humas dan Securty PT Toba Pulp Lestari (PT TPL).

Marudut Ambarita (33) yang tidak lain adalah sebagai orang tua kandung dari Mario Teguh Ambarita (5) yang dilaporkan mendapatkan tindakan kekerasan saat terjadi konflik 2 tahun yang lalu tersebut ternyata tidak benar, namun hanya rekayasa untuk delik aduan kepada pihak kepolisian.

Pasalnya, laporan polisi yang pernah dilakukannya ke Polres Simalungun terkait aksi kekerasan yang disebut-sebut dilakukan oleh pihak perusahaan PT TPL hingga membuat luka memar dan juga pendarahan pada bagian punggung anaknya tersebut, ternyata adalah hasil rekayasa yang dilakukan kelompoknya atas arahan pihak LSM.

Dalam Laporan Polisi itu korban Mario Teguh Ambarita (5) diduga sebagai korban pemukulan dampak  dari bentrokan di areal lahan Konsesi TPL Sektor Aek Nauli antara sekelompok massa yang mengatas-namakan warga masyarakat Nagori Sihaporas Kecamatan Sidamanik dengan sejumlah karyawan Toba Pulp Lestari (TPL) pada Senin, 16 September 2019.

Marudut Ambarita mengakui aksi massa yang terjadi pada dua tahun lalu itu, yang selanjutnya dibuat rekayasa hingga diciptakan adanya korban luka memar dan berdarah pada bagian punggung korban yakni Mario Teguh Ambarita se akan-akan sebagai korban akibat dari insiden itu.

Hal tersebut sengaja diciptakan atas arahan dari LSM atau NGO yang kantor pusatnya berbasis di luar negeri, guna membuat laporan palsu ke pihak Polres Simalungun.

Hal tersebut disampaikan Marudut Ambarita dan istrinya Boru Silalahi didampingi anaknya Mario Teguh Ambarita dan kedua saudaranya di Parapat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Simalungun,pada Kamis, (17/6/2021).

Menurut Marudut  bentrok pada Senin (16/9/2919 ) perseteruan antara masyarakat Nagori Sihaporas diprovokasi salah satu  LSM, hingga masyarakat menggelar aksi perebutan lahan konsesi perusahaan yang berdekatan dengan Kampung  Nagori Sipahoras hingga anaknya di skanario atas arahan oknum LSM itu, seolah-olah telah menjadi salah satu korban dari aksi  kriminalisasi pihak perusahaan PT TPL. hal itu disampaikan oleh pihak oknum LSM tersebut guna menjatuhkan mencemarkan nama baik PT TPL,  meski kejadian dan laporan ke Polres Simalungun direkayasa kebenarannya.

"Saya dipaksa untuk membuat laporan palsu ke Polisi yang sudah direkayasa atas arahan aktivis LSM tersebut," kata Marudut.

"Meski kejadian yang menimpa anak saya tidak benar dianiaya oleh pihak security dan humas dari pihak perusahaan, bahkan saat terjadi insiden bentrokan antara pihak perusahaan dengan masyarakat, posisi saya berada disekitar titik lokasi itu, namun anak saya tidak terkena pukulan, kalaupun saat itu terlihat seperti penuh darah dibagian punggungnya, itu disengaja karena diludahi dengan daun sirih oleh kelompok kami sehingga seolah-olah akibat terkena pukulan atau benda keras lainnya, dengan dalih sebagai bahan membuat laporan palsu ke Polisi untuk melawan perusahaan," sambung Marudut.

Ditegaskan oleh Marudut bahwa dirinya saat ini sudah mencabut laporan pengaduan karena dirinya merasa diperalat.

"Kami baru sadar bahwa dalam hal ini kami ditungganggi oleh kepentingan LSM itu juga diprovokasi untuk merebut lahan konsesi perusahaan, dengan  di-iming-imingi dari seluas 2500 hektar yang akan direbut tersebut akan dibagi-bagikan jatah 5 hektar kepada 40 kepala keluarga di Nagori Sihaporas yang masuk organisasi bila berhasil merebut lahan perusahaan," ungkapnya.

Selain itu Marudut juga menjelaskan bahwa setiap Minggu para anggota LSM yang notabene adalah para Kepala Keluarga di Nagori Sihaporas dipatok sebesar Rp.20 Ribu oleh LSM tersebut, yang konon uang itu untuk membiayai aksi saat melakukan perebutan lahan konsesi perusahaan.

"Mungkin karena saya tidak pernah memberikan iuran tersebut, sehingga saya akhirnya dikucilkan oleh pihak organisasi," ketus Marudut.

Sementara korban penganiyaan Mario Teguh mengakui dirinya tidak sama sekali terkena pukulan namun seseorang sengaja meludahi punggungnya dengan daun sirih yang sudah dikunyah sehingga tampak memar agar seperti terkena pukulan.

"Aku tidak terkena pukulan, tetapi diludahi dengan daun sirih oleh Oppung Tukkot," ujar Mario Teguh dengan lugu.

Sementara Mantan Dampingan juga salah satu NGO yang sudah punya nama , Nursedima Boru Parhusip warga Naga Hulambu, Nagori Pondok Bulu, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun ,Sumatera Utara,  yang mengakui berkecimpung bersama lembaga tersebut selama 12 tahun hingga ikut beberapa kali menggelar demontrasi hingga ke Jakarta untuk menuntut pembebasan lahan.

Ia juga menghimbau masyarakat agar jangan mau diprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab karena dapat memecah belah masyarakat.

Dirinya mengatakan sistim kerja Organisasi Non Pemerintah (NGO) selalu mencari dukungan dengan memprovokasi masyarakat terlebih dahulu agar melakukan aksi-aksi penuntutan lahan, adat bahkan Lingkungan hidup atau Hukum,  Pertanian meskipun tidak memiliki surat atau bukti kepemilikan dan membuat laporannya agar mendapatkan kucuran bantuan dana dari luar negeri sebagai mana nantinya untuk pertanggung jawabannya kepada Founding nya, terang Nursedima.

"Kita menghimbau masyarakat agar jangan terprovokasi karena dapat memecah belah keharmonisan masyarakat dan hubungan kemitraan dengan perusahaan," Jelas  Boru Parhusip dengan nada Prihatin.(Red-SP.ID/FIS)