(Image/gambar): Perwakilan Masyarakat Pargamanan - Bintang Maria, Kecamatan Parlilitan Diterima Bupati Humbang Hasundutan di kantornya, Dolok Sanggul, Senin (21/03/2022)
Dolok Sanggul-Sumutpos.id:Puluhan ribu orang dukung Pengakuan Hutan Adat Masyarakat Adat Pargamanan Dolok Sanggul, 21 Maret 2022. Hal ini tampak dari terkumpulnya lebih dari 23.000 tandatangan petisi yang diserahkan kepada Bupati Humbang Hasundutan, Dosmar Banjar Nahor.
Lewat petisi ini Masyarakat Adat Pargamanan Bintang Maria di Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan meminta Bupati segera menerbitkan Perda Pengakuan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA) sebagai payung hukum untuk menyelamatkan hutan kemenyan mereka.
(Image/gambar): Halomoan Manullang, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemda Humbahas menerima secara simbolis kotak lebih 23.000 tanda tangan petisi dukungan atas Hutan Adat Pargamanan dari Ketua Komunitas Masyarakat Adat Pargamaan-Bintang Maria, Rajes Sitanggang.
Hutan kemenyan ini telah lama menjadi sumber kehidupan mereka secara turun temurun. Namun kini terancam diambil alih perusahaan pulp dan kertas PT. Toba Pulp Lestari (TPL).
“Kami hadir di sini meminta agar pemerintah mau lebih berpihak kepada masyarakat dan tidak hanya ke perusahaan TPL. Perusahaan masuk ke masyarakat kami dan memecah belah kami dengan menawarkan skema Kelompok Tani Hutan (KTH). Kami masyarakat yang masih ingin mempertahankan hutan kemenyan tidak terima dengan tawaran tersebut. Kami akan tetap mempertahankan hutan kemenyan yang diwariskan secara turun temurun dari nenek moyang kami. Kami juga tidak mau menggantinya dengan eukaliptus”, ungkap Eva Junita Lumban Gaol (43), selaku perwakilan Masyarakat Adat Pargamanan ketika bertemu dengan Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara.
Masyarakat sangat berharap agar Pemda Humbahas bisa segera menyelesaikan konflik antara masyarakat dengan TPL hingga mengakui hutan adat mereka. Namun usaha ini serasa mendaki jalan terjal dan curam karena Perda PPMHA Kabupaten Humbang Hasundutan tidak kunjung disahkan. Kabarnya, perda itu masih dalam pembahasan.
Kondisi ini kemudian mendorong masyarakat Pargamanan membuat petisi daring di laman change.org/SelamatkanHutanPargamanan untuk menuntut KLHK dan Pemda untuk segera menyelamatkan hutan kemenyan mereka.
Petisi ini juga disebar ke jaringan internasional dan mendapatkan lebih dari 11.000 dukungan global.
Perwakilan Masyarakat Adat Pargamanan langsung diterima oleh Bupati Humbahas Dosmar Banjarnahor pada pertemuan hari ini (Senin, 21/03/2022). Bupati memberikan pernyataan bahwa pada dasarnya konflik yang dialami Masyarakat Pargamanan Bintang Maria mudah untuk diselesaikan karena masih terdapat pohon endemik seperti kemenyan. Pada pertemuan itu, Bupati memberikan penjelasan agar masyarakat perlu membuat surat permohonan melalui Kepala Desa ke Bupati.
Selanjutnya Bupati akan menyurati KLHK. Bupati juga berjanji akan segera menyelesaikan kasus masyarakat adat Pargamanan Bintang Maria seperti yang dia lakukan untuk Masyarakat Adat Pandumaan-Sipituhuta dan memerintahkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup agar segera menindaklanjuti pertemuan hari ini.
Koordinator Studi dan Advokasi KSPPM, Rocky Suriadi menjelaskan, “Meskipun Presiden Jokowi telah menyerahkan SK Hutan Adat di Danau Toba pada awal Februari 2022 lalu, namun Hutan Adat Pargamanan tidak masuk dalam SK tersebut. Padahal hutan di wilayah ini masih sangat alami dan menjadi bagian dari 1.763 hektar wilayah adat Masyarakat Adat Pargamanan-Bintang Maria” jelas Rocky.
Menurut Rocky, dari lebih 40 persen hutan alami tersebut kini berada dalam konsesi TPL, dan hampir sepertiganya sudah dikembangkan menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI) dan sisanya terancam untuk areal pengembangan TPL. Akibatnya kini masyarakat tengah dihadapi pada bencana akibat alih fungsi lahan tersebut, seperti banjir, longsor dan kekeringan.” jelas Rocky.
Masyarakat Adat Pargamanan-Bintang Maria adalah salah satu dari setidaknya 23 kelompok Masyarakat Adat Batak Toba yang berkonflik dengan TPL. Kini mereka menuntut agar wilayah adat seluas 737 hektar dikeluarkan dari konsesi TPL dan diakui sebagai hutan adat. Ketika TPL mulai menghancurkan hutan-hutan di wilayah adat Masyarakat Adat Pargamanan-Bintang Maria sekitar tahun 2003, masyarakat tidak dikonsultasikan dan sama sekali tidak diinformasikan tentang rencana pembangunan HTI tersebut,"lanjut Koordinator Studi dan Advokasi KSPPM ini lugas.
Saat itu, sambung nya, kegiatan TPL selalu dikawal aparat keamanan dan aparat hukum setempat untuk mengintimidasi Masyarakat Adat yang tidak setuju. Tidak hanya konflik lahan dengan TPL, kini wilayah adat milik masyarakat Pargamanan seluas 964 hektar juga terancam dijadikan kawasan Food Estate. Demikian siaran pers yang diterima jurnalis, (Senin, 21/03/2022). (Red-SP.ID/NM)