(Image/Gambar) : Illustrasi Bengkaknya Utang 3 Perusahaan BUMN. |
Jakarta, Sumutpos.id : Tiga perusahaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) yakni PT Kereta Api Indonesia (Persero), BUMN Karya dan Holding PT Perkebunan Nusantara (PTPN) sedang mendapatkan sorotan publik. Sebab, ketiga perusahaan BUMN tersebut memiliki utang paling besar.
Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan, ada beberapa penyebab yang membuat tiga perusahaan BUMN tersebut memiliki utang besar. Masing-masing perusahaan BUMN memiliki permasalahan yang berbeda-beda.
Misalnya, PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau disingkat KAI. Utang yang membengkak di Perusahaan BUMN bidang Transportasi ini disebabkan oleh adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sehingga pendapatan dari penumpang mengalami penurunan.
Tak hanya itu, kinerja dari bisnis logistik perseroan juga mengalami gangguan. Mengingat, aktivitas industri manufaktur yang menurun.
"Iya salah satunya karena PSBB dan pembatasan mobilitas secara umum pendapatan penumpang KAI turun. Juga soal logistik berkaitan dengan kinerja industri manufaktur yg rendah," ujarnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Minggu (24/1/2021).
Sementara utang yang besar pada BUMN Karya karena penugasan pembangunan infrastruktur yang masif dari pemerintah. Namun sayangnya penugasan ini dilakukan disaat permintaan sedang lesu.
Bhima menambahkan, sebelum pandemi perusahaan BUMN ini diminta untuk mencari pembiayaan lewat utang untuk membiayai proyek infrastruktur. Sementara itu, setelah jadi utilitas dari para pengguna sangat rendah sekali.
"Datanglah pandemi yang buat rasio utang terhadap modal loncat. Ini saya kira akan ada mega krisis besar di BUMN, dan ujungnya butuh suntikan dana lebih dari APBN," ucapnya.
Sedangkan untuk utang yang membengkak pada PTPN disebabkan karena faktor harga komoditas. Memang menurut Bhima, sektor pertanian memiliki kinerja yang moncer pada saat pandemi berlangsung.
"Untuk PTPN ini ada faktor dari komoditasnya. Sektor pertanian yang masih bertahan adalah sektor pangan khususnya beras. Sementara PTPN banyak bermain di komoditas yang harganya ditentukan permintaan ekspor," jelas Bhima.
Namun menurutnya, jika melihat secara spesifik sektor pertanian yang mengalami kinerja positif adalah pada komoditas pangan. Sedangkan perusahaan BUMN perkebunan ini lebih banyak bermain pada komoditas yang harganya ditentukan oleh permintaan ekspor.
"Misalnya harga minyak sawit anjlok selama pandemi, baru rebound di November-Desember. Kemudian sektor perkebunan karet juga turun pemasukannya karena produksi ban mobil anjlok seiring penjualan otomotif yang lesu selama pandemi," demikian Bhima menutup keterangannya.
(OZ/Red-SP.ID)