(Image/Gambar): Maladewa/Maldeva, sebuah Negara kepulauan Identik dengan Negara yang dikelilingi Pantai. |
Sumutpos.id : Maladewa merupakan negara yang identik dengan pantai yang mempesona dan menakjubkan. Tapi, banyak orang di dunia yang kurang memahami sejarah negara kepulauan ini, yang 100 persen penduduknya beragama Islam.
Berdasarkan konstitusi Maladewa, Islam adalah agama yang wajib dianut bagi seluruh warga negaranya. Dengan demikian, tidak ditemukan satupun warga negara Maladewa non-Muslim di ratusan pulau kecil yang ditemukan pelaut dan pedagang Arab pada abad ke-12 tersebut.
Sementara di Ibu kota Maladewa, Male, terdapat makam Abu al-Barakat Yusuf al-Barbari. Menurut laman Aljazeera.net, dari namanya, Abu al-Barakat diduga seorang Dai asal Amazigh Maroko yang mengakhiri perjalanan dakwahnya di salah satu pulau yang ada di Maladewa.
Ketika itu, Sultan Maladewa masuk Islam di hadapan Abu Barakat, yang kemudian diikuti seluruh penduduknya yang kala itu beragama Buddha. Sultan kemudian membangun masjid dan madrasah sebagai sarana untuk mengajarkan agama yang baru dipeluk masyarakat saat itu.
Sebelum Islam, penduduk Maladewa memiliki satu ritual yang cukup memberatkan, mengorbankan gadis untuk sosok yang mereka sebut sebagai ‘Iblis Lautan’.
Setiap bulan, suku-suku di Maladewa memilih seorang gadis yang akan dikorbankan untuk meredam kemarahan ‘Rannamari’. Penjelajah Muslim asal Maroko, Ibnu Batutah, juga menggambarkan adat dan kebiasaan penduduk Maladewa saat dia mengunjungi kawasan ini pada abad ke-14 lalu.
Dalam dokumentasinya, Ibnu Batutah mengisahkan, Abu Barakat yang seorang penghafal Al-Qur’an singgah di rumah seorang tua di Maladewa. Orangtua tersebut menangis sampai kehabisan air mata lantaran dia diharuskan mengorbankan anak gadisnya, yang meruapakan anak satu-satunya.
Mendengar itu, Abu Barakat lalu menawarkan diri kepada orangtua itu untuk menjadi pengganti bagi anak gadisnya, yang artinya dia harus dibunuh jin.
Mendengar itu, Abu Barakat lalu menawarkan diri kepada orangtua itu untuk menjadi pengganti bagi anak gadisnya, yang artinya dia harus dibunuh jin.
Pada malam hari, Abu Barakat menyelinap ke dalam bangunan berhala dan berdiam diri di sana dalam keadaan berwudlu.
Pagi harinya, si orang tua dan seluruh penduduk datang ke bangunan itu dengan maksud membawa keluar gadis yang telah dikurbankan untuk dibakar, sesuai adat mereka.
Namun mereka terkejut. Pasalnya, mereka justru mendapati Abu Barakat sedang melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an, dan tidak terbunuh.
“Warga kemudian membawa Abu Barakat kepada raja mereka, lalu menceritakan fakta yang baru saja terjadi. Raja terkejut ketika Abu Barakat menjelaskan tentang Islam kepada sang Raja.
Lalu, Raja berkata, bulan depan, lakukan lagi (berdiam di bangunan berhala untuk dibunuh jin). Jika kamu selamat, maka aku masuk Islam,” jelas Ibnu Batutah mengisahkan perjalanan Abu Barakat.
Pada bulan selanjutnya, Abu Barakat melaksanakan permintaan sang Raja. Lagi-lagi dia dapat lolos dari jin kepercayaan warga di pulau itu.
“Lalu Raja dan seluruh penduduk pulau itu masuk Islam. Abu Barakat mendapat tempat yang sangat mulia di sisi penduduk. Penduduk juga bermazhab dengan Mazhab Imam Malik, sesuai yang dianut Abu Barakat. Bahkan, penduduk juga membangun masjid dan diberi nama Abu Barakat,” ucap Ibnu Batutah mengisahkan.
(Red-SP.ID/RDO)