RUBRIK, oleh MUHAMMAD HARIS FADILLA POLITEKNIK ILMU PEMASYARAKATAN |
Medan, sumutpos.id.- Pengembangan sumber daya manusia adalah upaya berkesinambungan meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam arti yang seluas-luasnya, melalui pendidikan, latihan, dan pembinaan (Silalahi,2000). Sumber daya manusia yang bermutu dan kompetitif tercipta dari adanya pola fikir manusia yang mampu memanfaatkan peluang di setiap keadaan dan “situasi yang ada” .
Warga binaan pemasyarakatan atau narapidana adalah insan yang harus di kembalikan ke Masyarakat agar tidak tersesat dan mendapatkan Kembali hak kemerdekaannya. Hilang kemerdekaan yang dimaksud adalah istilah untuk pelanggar hukum yang mana tindakannya diberikan batasan secara hukum.
Menurut Nelson Mandela bahwa "Kesulitan dan tantangan mungkin akan menghancurkan banyak orang, tetapi juga akan membuat Anda lebih kuat. Tidak ada kapak yang cukup tajam untuk menghancurkan jiwa seorang pendosa yang mencoba bertobat dan mencoba. Setiap orang dipersenjatai dengan harapan bahwa ia akan bisa bangkit dan berusaha pada akhirnya." Kalimat tersebut membuktikan bahwa istilah bagi narapidana yang pada dasarnya juga manusia normal yang berasal Masyarakat dan akan dikembalikan ke masyarkat, dari latar belakang permasalahan yang berbeda-beda akan tapi berhak dan layak untuk diterima dan bersaing di Masyarakat.
Pemasyarakatan hadir sebagai Solusi dari mereka sebagai narapidana yang disebut Warga Binaan Pemasyarakatan, label “binaan” yang berujung pada kata “pembinaan” yang menurut Alfatawy (2012) pembinaan adalah suatu usaha yang dilakukan dengan sabar, berencana, teratur dan terarah untuk meningkatkan sikap dan keterampilan anak didik dengan tindakan-tindakan, pengarahan, pembimbingan, pengembangan dan stimulasi dan pengawasan untuk mencapai suatu tujuan. Dari kutipan tersebut dapat mengacu dan memiliki kesamaan pada tujuan utama dari fungsi Pemasyarakatan, yaitu Membina narapidana sebagai insan yang mampu Kembali dan diterima ke Masyarakat.
Peran Pemasyarakatan tidak pernah berhenti dari masa ke masa untuk menciptakan inovasi dalam pemanfaatan peluang waktu di era teknologi yang semakin canggih dan berkembang. Hal tersebut demi mewujudkan cita-cita dan visi
Pemasyarakatan sebagai tempat pembinaan narapidana yang mampu menciptakan Sumber Daya Manusia yang produktif dan kompetitif di masyarakat.
Menurut Richardson (2014) Resiliensi adalah istilah psikologi yang digunakan untuk mengacu pada kemampuan seseorang untuk mengatasi dan mencari makna dalam peristiwa seperti tekanan yang berat yang dialaminya, dimana individu meresponnya dengan fungsi intelektual yang sehat dan dukungan sosial. Resiliensi kemampuan untuk pulih dengan cepat dari trauma, tekanan, atau situasi sulit. Juga mencakup kekuatan mental, emosional, serta kemampuan beradaptasi dan bertahan menghadapi kesulitan.
Pentingnya Resiliensi di kehidupan Lembaga Pemasyarakatan dengan berbagai aturan ketat, overcrowded, serta pergaulan dengan narapidana lain dapat menjadi pengalaman yang sangat berat secara psikologis. Resiliensi dibutuhkan agar narapidana tidak mengalami gangguan mental seperti stres hingga depresi.
Peran strategis Pemasyarakatan sebagai pahlawan dalam menciptakan dukungan sosial yang harus mampu mengarahkan narapidana dengan segala situasi lingkungan,tekanan,dan pengaruh sosial agar dapat mengikuti program pembinaan dengan sukses membuahkan sebuah inovasi yang diharapkan mampu dan efektif untuk mengurangi residivisme.
Oleh karena itu, dibentuklah satu Program pembinaan berupa Rehabilitasi Sosial yang diharapkan mampu membawa perubahan bagi narapidana untuk menciptakan akulturisasi kebudayan yang produktif dan menciptakan sumber daya manusia yang mampu berkompetisi dengan masa depan mereka. Dengan adanya program ini narapidana di tempatkan di dalam blok khusus rehabilitasi untuk terhindar dari adanya lingkungan sosial untuk mencegah adanya intervensi narapidana lainnya.
Nantinya program rehabilitasi membawa adanya perubahan positif bagi narapidana, setelah menjalani program rehabilitasi untuk tidak melakukan kejahatan lagi dan tidak menjadi residivis melainkan mampu mengubah pola pikir narapidana untuk dapat produktif kedepannya. Program rehabilitasi mampu menciptakan resiliensi dengan cara resosialisasi narapidana untuk mengembalikan mereka kepada lingkungan sosial Masyarakat. Mendapatkan fungsi sosial dan memulihkan tekanan yang berasal dari stigma narapidana terhadap Masyarakat, tersalurkan kemampuan aktif dan kompetitif dalam berinteraksi langsung ke Masyarakat..
Program Rehabilitasi ini ini juga mencegah terjadinya pengulangan tindak kejahatan sehingga mengurangi adanya residivisme di dalam Lapas dan jika dikelola dengan serius dan berkelanjutan bahkan bisa mengurangi terjadinya overcrowded atau over kapasitas di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Karenanya, pengelompokkan narapidana ini bertujuan agar narapidana melakukan resiliensi dan akulturisasi kebudayaan di dalam Lapas, yang artinya Lapas harus menyediakan manajemen resiko dan strategis mengenai program ini kedepannya.
Sebagai penentu kualitas narapidana, Lembaga Pemasyarakatan harus mampu berbuat inovasi strategis dan manajemen resiko yang efektif, dengan melengkapi sarana dan prasarana pendukung kegiatan pembinaan narapidana. Memperbanyak koordinasi dengan stake holder terkait, lalu memaksimalkan programprogram yang ada, Strukturisasi sarana pembinaan yang proaktif terhadap perkembangan zaman diharapkan mampu fleksibel mengikut perkembangan yang ada dengan segala lika-liku permasalahan yang ada.
Stake holder yang banyak bekerja sama dengan pihak Lapas seperti Badan Narkotika Nasional. Program rehabilitasi narapidana yang bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) memiliki tujuan utama untuk membantu narapidana mengubah perilaku mereka, mempersiapkan mereka untuk kehidupan yang lebih baik, dan memulihkan mereka agar dapat kembali ke dalam masyarakat secara sehat. Program ini mencakup layanan rehabilitasi medis, layanan rehabilitasi sosial, dan layanan pasca rehabilitasi dalam rangka pemulihan fisik dan mental pada kondisi sebelumnya bagi penyalahgunaan dan/ atau pecandu narkotika untuk pulih, produktif, dan berfungsi sosial di masyarakat.
Dalam penerapannya, Lembaga pemasyarakatan dan pihak Badan Narkotika Nasional juga memberikan program khusus yang tujuannya memberikan resiliensi sosial narapidana. Program ini disebut Blok Khusus Rehabilitasi sosial, dilengkapi dengan fasilitas yang memadai seperti ruang pertemuan, ruang perpustakaan, ruang perawatan kesehatan, musholla, ruang house keeping dan kantin. Program ini bertujuan agar sesama residen (narapidana yang mengikuti program rehabilitasi) dapat saling memberikan motivasi, bantuan, dan dukungan agar sama-sama terbebas dari jeratan narkoba.
Dengan diadakannya program rehabilitasi sosial bagi narapidana, Penyelenggaraan rehabilitasi sosial di lembaga pemasyarakatan melibatkan berbagai macam metode. Misalnya program rehabilitasi Therapeutik Community yang mana kegiatan ini menciptakan adanya kekuatan kelompok/komunitas individu pecandu narkoba dengan permasalahan dan kebutuhan yang sama yang menekankan pada perubahan perilaku.
Kegiatan lainnya yang dilakukan adalah pertemuan pagi rutin program rehabilitasi pemasyarakatan dan program rehabilitasi sosial yang bertujuan untuk saling memotivasi, mendukung, dan mendukung agar warga dapat terbebas dari ketergantungan narkoba. Tujuan program rehabilitasi adalah membantu narapidana menjalani hidup sehat jasmani dan rohani serta mencegah ketergantungan kembali pada narkoba. Program rehabilitasi sosial membantu narapidana kembali bekerja dan menjadi produktif di masyarakat, memungkinkan mereka menjadi bagian yang produktif dan berkontribusi kepada masyarakat. (RED-SP.ID/MYT)